CARA-CARA PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA
Cedera sering
dialami oleh seorang atlet, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau
patah tulangatlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini
bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau
ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama.
(Injuries often experienced by an athlete, like scratches injury, torn ligaments, or broken tulangatlit sport, is no exception to this syndrome. This syndrome stems from the existence of an abnormal force a low level or a mild, but lasted repeatedly for a long time)
.
Jenis cedera ini terkadang memberikan respon
yang baik bagi pengobatan sendiri. Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik
untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun,
berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar,
malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri. Aktivitas yang
salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan berlebihan terutama
pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan olahraga. Kasus cedera yang paling
banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang biasanya terlalu berambisi
menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan tahap latihan.
Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah
dengan memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita
memberikan respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami
tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah,
bagaimana mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional
(memeriksakan diri ke dokter).
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk
dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi,
tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani
tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan
bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga sekarang ini
semakin mendapatkan perhatian yg besar.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan
tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika
hanya karena cedera olahraga tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan
atau mempertahankan prestasi.
“Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan
karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot
atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
Cedera olahraga jika tidak ditangani dengan cepat dan
benar dapat mengakibatkan gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang
bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini bisa berarti istirahat yang cukup
lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab
itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan secara tim yang
multidisipliner.
Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok besar :
a. Kelompok kerusakan traumatik
(traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar, leban otot, luka,
“stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma
kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma
pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b. Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang
lebih spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis
elbow, golfer’s elbow swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada
tungkai dan kaki.
Macam Cedera Olahraga
Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan
seorang atlit untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi
puncak sebelum cedera. Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan
waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ)
atau sistem jaringan ditubuh, selain itu penyembuhan juga tergantung dari
derajat kerusakan yang diderita, cepat lambat serta ketepatan penanggulangan
secara dini.
Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga
perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi
agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta
pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu
singkat untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan
peningkatan prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan
yang cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan
adanya pengetahuan tentang macam-macam cedera.
Klasifikasi Cedera Olahraga
Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat
mengganggu penampilan atlit. Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada
performance atlit. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi
(tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendon-tendon,
robeknya ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu penanganan yang intensif, istirahat
total dan mungkin perlu tindakan bedah jika terdapat robekan lengkap atau
hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture
tulang.
d. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera
olahraga.
1. Strain
Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Straing dapat dibagi
atas 3 tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi
ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi
tertentu cukup mengganggu atlit. Misalnya straing dari otot hamstring (otot
paha belakang) akan mempengaruhi atlit pelari jarak pendek (sprinter), atau
pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan strain otot-otot lengan atas
meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance (daya tahannya).
b) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon,
sehingga dapat mengurangi kekuatan atlit.
c) Tingkat 3 (berat)
Straing pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai
komplit, pada tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi
dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4
tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang
terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.
b) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50%
masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus
dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10
minggu untuk benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali
terjadi pada atlit memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum
berakhir dan akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament
dari tempat lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting
untuk segera menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d) Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat
lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
Penyebab Cedera Olahraga
Beberapa faktor penting yang ada perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara
olahraga.
1. Faktor olahragawan/olahragawati
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun raluman kekuatan otot akan relative
menurun. Elastisitas tendon dan ligament menurun pada usia 30 tahun.
Kegiatan-kegiatan fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b. Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang olahraga akan lebih mudah dan lebih sering
mengalami cedera dibandingkan dengan olahragawan yang sudah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan
dengan olahragawan atau atlit yang sudah berpengalaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu pemberian awal dasar latihan fisik untuk
menghindari terjadinya cedera, namun sebaliknya latihan yang terlalu berlebihan
bias mengakibatkan cedera karena “over use”.
e. Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar untuk menghindari cedera. Dalam
melakukan teknik yang salah maka akan menyebabkan cedera.
f. Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak dilakukan dengan pemanasan, sehingga
terhindar dari cedera yang tidak di inginkan. Misalnya : terjadi sprain, strain
ataupun rupture tendon dan lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat pada organ-organ tubuh termasuk sistem
musculoskeletal setelah dipergunakan untuk bermain perlu untuk recovery (pulih
awal) dimana kondisi organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikaian
kemungkinan terjadinya cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya jangan dipaksakan untuk berolahrag,
karena kondisi semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah
terjadinya cedera.
i. Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk
kebutuhan tubuh yang sehat.
j. Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup, hindari minuman beralkohol, rokok dan
yang lain.
2. Peralatan dan Fasilitas
Peralatan : bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang
baik akan mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang
bersifat body contack, serta jenis olahraga yang khusus.
3. Faktor karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag mempunyai tujuan tertentu. Misal olahraga yang kompetitif biasanya mengundang
cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui sebelumnya.
Penyebab dan Pencegahan pada cedera olahraga
Cedera olahraga perlu diperhatikan terutama bagi para pelatih, guru pendidikan
jasmani, maupun pemerhati olahraga khususnya yang mempunyai atlit cedera
olahraga. Sekarang hendaknya kita satukan bahasa dahulu bahwa yang paling
sental dalam pengelolaan cedera bukanlah tenaga medis tetapi pelatih olahraga,
yaitu orang yang paling dekat dengan atlit. Sebaik apapun tim medis disiapkan
akan kalah dibandingkan dengan kita menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu
tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar tergantung tindakan pertama pada saat
cedera. Cedera ringan tidak kalah berbahayanya dari cedera berat terhadap masa
depan atlit. Dalam rangka persiapan menghadapi suatu event. Mengistirahatkan
atlit boleh dikatakan mustahil karena waktu yang tersedia selalu terbatas.
Disinilah muncul seni yang tinggi tentang pengelolaan atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap olahraga mempunyai kecenderungan cedera
yang berbeda. Sebagai pelatih, guru pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara
pencegahan ataupun pertolongan pertama secara benar. Banyak sekali penyebab-penyebab
cedera olahraga yang perlu diperhatikan, sehingga para atlit dapat menepis atau
menghindari kecenderungan untuk cedera olahraga.
PENCEGAHAN
Pencegahan
lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang
besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti, karena penyiapan atlit dan
resikonya harus dipikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit sangat perlu
ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar atau relaks. Dalam meningkatkan atlit
tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk daya
pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi
resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atlitnya,
serta harus dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar timbul.
a) Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap
b) Kulit dan otot terasa mengembang
c) Kehilangan selera makan
d) Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah
e) Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f) Penurunan berat badan
g) Melambatnya pemulihan
h) Cenderung menghindari latihan atau pertandingan
Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya
cedera. Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot
lebih lentur dan tahan terhadap cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih
efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan pemanas, ultrasonik
atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi
darah secara berarti.
Pencegahan lewat Warming up ada 3
alasan kenapa warm up harus dilakukan :
• Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan
ligament utama yang akan dipakai.
• Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti
otot dan sendi.
• Untuk menyiapkan atlit secara fisik dan mental
menghadapi tugasnya
Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan.
Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan
yang berat dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena
tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
kepala.Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam
laktat dari otot), tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada
hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan serat-serat otot.
Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi
berfungsi memperpanjang otot sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan
bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot karena peregangan,
hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atau setelah berolah raga, dan
setiap gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan.
Pelapis sepatu (ortotik) seringkali dapat memperbaiki masalah kaki
seperti pronasi.
Pelapis ini sifatnya bisa lentur, agak kaku atau kaku dan panjangnya
bervariasi, disesuaikan dengan sepatu yang digunakan.
Sepatu lari yang baik memiliki:
- sudut tumit yang kaku untuk mengendalikan gerakan bagian belakang kaki
- sebuah penyangga di sepanjang pelapis untuk mencegah pronasi yang berlebihan
- sebuah lubang sepatu yang diberik bantalan untuk menyokong pergelangan kaki. Ukuran ortotik biasanya 1 nomor lebih kecil
daripada ukuran sepatu yang digunakan
Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata, dll. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu
dan kelembaban udara sekelilingnya. Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan.
Medan dalam menggunakan latihan atau pertandingan mungkin dari alam, buatan
atau sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah
karena iklim, sedang sintetik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang
terpenting atlit mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
Seorang atlit jatuh karena tersandung sesuatu (tas,
peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya memperhatikan
peralatan dan barang ditaruh secara benar agar tidak membahayakan.
Terapi fisik bisa berupa pemanasan,
pendinginan, listrik, gelombang suara, penarikan (traksi) atau latihan di air,
bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap terapi latihan. Lamanya dilakukan
terapi fisik tergantung kepada berat dan kompleksnya cedera yang terjadi.
Aktivitas atau olah raga yang
menyebabkan cedera sebaiknya dihindari sampai cedera benar-benar sembuh. Lebih
baik mengganti jenis olah raga daripada tidak melakukan aktivitas fisik sama
sekali, karena sama sekali tidak melakukan kegiatan bisa menyebabkan otot
kehilangan massa, kekuatan dan ketahanannya.
Pengaturan Gizi
Nutrisi yang baik
akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran
diantara latihan-latihan. Makan harus memenuhi tuntutan gizi
yang dibutuhkan atlit sehubungan dengan latihannya. Atlit harus
makan-makanan yang mudah dicerna dan yang berenergi tinggi kira-kira 2,5 jam sebelum
latihan atau pertandingan. Pengetahuan gizi khususnya tentang
pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat, karena memberikan beberapa
keuntungan bagi atlet tersebut antara lain:
1) Memberikan
pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi
tubuh yang telah diperoleh dalam latihan;
2) Memberikan
makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas
fisik dan olahraga;
3) Menentukan
bentuk makanan dan frekwensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif
sebelum, selama dan sesudah pertandingan;
4) Menggunakan
prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan;
5) Menggunakan
prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai
dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta
mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet. Kecukupan nutrisi
optimal pada olahragawan adalah karbohidrat sebesar 60-70% dari total energi,
protein 12-15%, sisanya didapatkan dari lemak. Vitamin dan mineral mempunyai
peran dalam meningkatkan kemampuan fisik atlet terutama pada saat latihan dan
pertandingan.
Latihan peningkatan mental bertanding
Seorang atlet
maupun penghobi olahraga harus memiliki mental bertanding yang baik. Mental
bertanding yang baik menyangkut kepercayaan diri yang tinggi tetapi tidak
sombong, tidak mudah cemas/grogi, tidak mudah marah/emosi tinggi dan
sebagainya. Oleh karena itu pemantapan mental bertanding seorang atlet
sangatlah penting untuk ditingkatkan,yaitu dengan cara diantaranya sebagai
berikut :
- Melakukan pendekatan-pendekatan
psikologis. Dimana lebih baik hal ini dapat kita lakukan pada seorang
atlet sejak masa usia dini sehingga atlet memiliki bekal mental yang
tangguh.
- Dalam pelatihan olahraga, cara
pelatih merancang situasi latihan, cara pelatih menetapkan sasaran, serta
sikap dan perilaku pelatih dalam kepelatihannya dapat mempengaruhi
partisipasi atlet ke dalam olahraga. Pelatih tidak hanya berperan dalam
situasi olahraga, namun seringkali juga pelatih memiliki pengaruh terhadap
aspek lain dalam kehidupan si atlet. Demikian pentingnya peran pelatih
dalam olahraga , karena itu pelatih sangat berperan sebagai pembina
mental atlet
Latihan peningkatan kondisi fisik
Kondisi fisik
atlet memegang peranan yang sangat penting dalam suatu program latihan. Program
latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis,
ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari
sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai
prestasi yang lebih baik.
Bentuk latihan fisik
Latihan Daya Tahan (Aerobik dan Anaerobik)
Kemampuan daya
tahan dan stamina dapat dikembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan
lain yang memiliki nilai aerobik. Biasakan pemain menyenangi latihan lari
selama 40-60 menit dengan kecepatan yang bervariasi. Tujuan latihan ini adalah
meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya, pemain
dipacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami
kelelahan yang berarti.Selanjutnya proses latihan lari ini ditingkatkan
kualitas frekuensi, intensitas, dan kecepatan, yang akan berpengaruh terjadinya
proses anaerobik (stamina)pemain. Artinya, pemain itu mampu bergerak cepat
dalam tempo lama dengan gerakan yang tetap konsisten dan harmonis.
Latihan Kekuatan
Pemain
bulutangkis sangat membutuhkan aspek kekuatan. Berdasarkan analisis dan cukup
dominan pemain melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat ke depan, ke
belakang, ke samping, memukul sambil loncat, melakukan langkah lebar dengan
tiba-tiba. Semua gerak ini membutuhkan kekuatan otot dengan kualitas gerak yang
efisien.Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan kekuatan ini adalah berlatih
menggunakan beban atau dengan kata lain latihan beban (weight training).
Sebaiknya sebelum melakukan program latihan beban sesungguhnya, disarankan agar
pemain lebih dulu mengenal berbagai bentuk gerakan seperti:
- mendorong (push
up, pull up)
- bangun tidur,
angkat kaki
- memperkuat otot
punggung, pinggang
- jongkok berdiri
untuk membina kekuatan tungkai – loncat-loncat di tempat atau sambil bergerak.
Proses
selanjutnya adalah meningkatkan kualitas geraknya dengan menggunakan beban
(weight training) yang sebenarnya. Dianjurkan untuk tidak melakukan atau
berlatih loncat di tempat yang keras karena akan berdampak terjadinya sakit,
cedera pada bagian lutut, dan pinggang.
Latihan Kecepatan
Cara untuk
bergerak cepat adalah melatih kecepatan tungkai/kaki. Aspek kecepatan juga
bermakna pemain harus cekatan dalam mengubah arah gerak dengan tiba-tiba, tanpa
kehilangan momen keseimbangan tubuh (agilitas).
Bentuk-bentuk latihannya antara lain:
a. Lari cepat dalam jarak dekat
b .Lari bolak-balik, jarak enam meter (shuttle run)
c. Tingkatkan kualitas latihan dengan menggunakan beban, rintangan, dan
lain-lain.
d. Jongkok-berdiri dan diikuti lari cepat dalam jarak dekat pula.
Latihan Kelenturan/Fleksibilitas
Fleksibilitas
adalah komponen kesegaran jasmani yang sangat penting dikuasi oleh setiap
atlet. Dengan karakteristik gerak serba cepat, kuat, luwes namun tetap
bertenaga, pembinaan kelenturan tubuh harus mendapat perhatian khusus.Latihan
fleksibilitas harus mendapat porsi yang cukup. Orang yang kurang lentur rentan
mengalami cedera di bagian otot dan daerah persendian. Di samping itu,
gerakannya cenderung kaku sehingga banyak menggunakan energi, kurang harmonis,
kurang rileks, dan tidak efisien.Latihan-latihan peregangan dengan kualitas
gerakan yang benar memacu komponen otot dan persendian mengalami peregangan
yang optimal. Oleh karena itu, fleksibilitas ini harus dilatih dengan tekun dan
sistematis
PENGOBATAN
Perawatan dan Pengobatan cedera
olahraga Dalam melakukan perawatan dan pengobatan cedera olahraga terlebih
dahulu mengetahui dan apa yang harus dikerjakan. Terdapat pendarahan tidak,
fruktur tulang (patah tulang) dan sebagainya, atau mungkin terjadi kerusakan
pembuluh darah kecil atau besar (pendarahan dibawah kulit) di daerah itu. Bila
ini terjadi akan ada warna ungu, nyeri dan bengkak.
Penanganan pendarahan
Penanganan cedera dinilai lewat tingkatan cedera
berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1. Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera antara saat kejadian sampai proses
pendarahan berhenti, biasanya samapai 24 jam. Dalam pertolongan yang benar
dapat mempersingkat periode ini.
2. Sub-Akut (24-48 jam)
Pada saat masa akut telah berakhir, pendarahan telah
berhenti, tetapi bisa berdarah kembali. Bila pertolongan tidak benar dapat
kembali ke tingkat akut dan berdarah kembali.
3. Tingkat lanjut (48 jam sampai lebih)
Pendarahan telah berhenti, dan kecil kemungkinan
kembali ke tingkat akut, pada saat ini penyembuhan telah mulai. Dengan
pertolongan yang baikmasa ini dapat mempersingkat. Pelatih harus sangat mahir
dalam hal ini agar tahu kapan harus meminta pertolongan dokter.
Penanganan pertama
Pulihnya atlit dan mampu aktif kembali sangat
tergantung dari keputusan yang dibuat saat terjadi cedera, serta pertolongan
yang diberikan. Bila dokter tidak ada, maka terpaksa pelatih harus memutuskan
sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlit terus atau
berhenti, untuk cedera yang berat keputusannya sangat mudah diambil, tetapi
untuk cedera yang ringan keputusannya menjadi sangat sulit. Bila ragu istirahatkan
atlit anda, pelatih sebaiknya mampu melakukan pemeriksaan praktis fungsional
dilapangan.
Penanganan rehabilitasi medik
Pada terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitasi
medik yang sering digunakan adalah :
1. Pelayanan spesialistik rehabilitasi medik
2. Pelayanan fisioterapi
3. Pelayanan alat bantu (ortesa)
4. Pelayananpengganti tubuh (protesa)
Penatalaksanaan Cedera Olahraga
Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip RICE (Rest,
Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera
sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi RICE dilakukan pada cedera
akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain, strain,
patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi
RICE pada kram otot, patah tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan
kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.
Penatalaksanaan cedera olahraga
dengan:
a. Hentikan kegiatan olahraga
b. Lakukan prinsip RICE
1. Rest (istirahat). Bagian tubuh
yang cedera harus segera diistirahatkan, karena
gerakan aktif akan meningkatkan perdarahan dan
pembengkakan yang terjadi
sehingga nyeri akan berlanjut. Bagian yang
terluka segera diistirahatkan untuk
meminimalkan perdarahan dalam dan pembengkakan
serta untuk mencegah
bertambah parahnya cedera.
2. Ice (es). Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan
untuk
terjadinya vasokontriksi lokal (pengurutan
pembuluh darah lokal), mengurangi
terjadinya perdarahan dan pembengkakan,
mengurangi rasa nyeri, mengurangi
reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot.
Mula-mula kompres dingin/es
dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam,
kemudian frekwensi diturunkan
secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan
dengan berat ringannya cedera yang
terjadi. Es batu menyebabkan pembuluh darah
mengkerut, membantu mengurangi
peradangan dan nyeri.
3. Compression (balut tekan). Penggunaan bandage untuk balut telan pada
daerah yang mengalami cedera akan menurunkan tingkat perdarahan dan mencegah
terjadinya pembengkakan. Membungkus daerah yang mengalami cedera dengan perban
elastik dan mengangkatnya sampai diatas jantung, akan membantu mengurangi
pembengkakan.
Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik
bisa
dililitkan secara longgar di
sekeliling kantong es batu. Es mengurangi nyeri dan
pembengkakan melalui beberapa
cara.
Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes
dari dalam pembuluh darah.
Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah,
maka dingin akan mengurangi
kecenderungan merembesnya cairan sehingga
mengurangi jumlah cairan dan
pembengkakan di daerah yang terkena.
Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan
kejang otot. Dingin juga akan
mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler
yang lambat.
Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan.
Jika suhu sangat rendah
(sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan
reaksi sebaliknya, yaitu
menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak
merah, teraba hangat dan
gatal, juga bisa terluka.
Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan
pengompresan dan akan
berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es
diangkat. Karena itu es harus
diangkat sebelum efek ini terjadi atau setelah 10
menit, baru dikompreskan lagi 10
menit kemudian.
4. Elevation
(meninggikan). Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih
tinggi sehingga aliran arah ke bagian yang
cedera berkurang. RICE dilakukan
selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya
cedera. Setelah itu dapat dilakukan
kombinasi kompres dingin dan hangat untuk
memperbaiki vaskularisasi (sirkulasi)
jaringan yang cedera. Bagian yang mengalami
cedera tetap diangkat, tetapi kompres
es dilepaskan selama 10 menit, setelah itu
dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini
dilakukan secara bergantian dalam waktu 1-1,5
jam.
Tindakan diatas bisa diulang sebanyak beberapa
kali selama 24 jam pertama.
Cara Lain
Penyuntikan kortikosteroid ke dalam sendi yang terluka atau jaringan di
sekitarnya bisa mengurangi nyeri dan pembengkakan. Tetapi penyuntikan ini bisa
memperlambat penyembuhan, meningkatkan resiko terjadinya kerusakan tendon dan
tulang rawan dan memperburuk cedera karena memungkinkan penderita menggunakan
sendinya yang terluka sebelum sembuh total
Penanganan
rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem yang
ada antara lain berupa :
• Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompress dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang
tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30 menit dengan interval kira-kira 10
menit.
2. Masase es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama 5-7 menit, dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3. Pencelupan atau peredaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya 10-20 menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau
fluorimethane kebagian tubuh yang cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas
adalah bila diberikan pada fase sub akut dan kronis dari suatu cedera, tetapi
panas juga dapat diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh
akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya.
Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi air akan banyak
menolong. Terapi air dipilih karena adanya efek daya apung dan efek
pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan dengan memakai bak atau kolam
air. Teknik lain terapi air adalah “contrast bath” yaitu dengan menggunakan dua
buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40,5-43,3 C dan satunya lagi diisi
air dingin dengan suhu 10-15 C. anggota gerak yang cedera bergantian masuk ke
bejana secara bergantian dengan jarak waktu.
Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang
normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal
antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi spastisitas dan
mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang pada otot denervasi efeknya
meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan nutrisi.
Masase
Dengan menggunakan masase yang lembut dan ringan,
kurang lebih satu minggu setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri
tersebut. Dengan syarat diberikan dengan betul dan dengan dasar ilmiah akan
efektif untuk mengurangi bengkak dan kekakuan otot.
• Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan tergantung pada
macam dan derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya terjadi kerusakan atau
robekan serabut otot bagian central memerlukan waktu pemulihan 3 kali lebih
lama dibandingkan dengan robeknya otot bagian perifer. Sedangkan cedera tulang,
persendian (ligament) memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1. Latihan luas gerak sendi
2. Latihan peregangan
3. Latihan daya tahan
4. Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian
tubuh)
• Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang akut ortesa
terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, sehingga
membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari cedera ulangan.
Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih banyak, antara lain : ortesa
leher, dan support pada anggota gerak bawah. Mencegah terjadinya deformitas dan
meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
• Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang diberikan pada
atlit yang mengalami cedera dan mengalami kehilangan sebagian anggota geraknya.
Fungsi dari alat ini adalah untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang akibat
dari cedera tersebut.
Agen Judi Bola Casino
BalasHapusBandar Bola Terpercaya
Agen Bola Terbaik
Agen Judi Bola
Agen Judi Kasino
Guardiola Ingin Lihat City Alami Momen Buruk.
Duet Ciamik Stones dan Otamendi Dipuji Guardiola.
Laporte Isyaratkan Tolak Tawaran City dan Chelsea Musim Panas Lalu.
Dari Langit, Tampak 400 Struktur Misterius di Arab Saudi, Apakah Itu?
Katak "Salahi Kodrat" dengan Memakan Ular, Dunia Pun Bertanya-tanya.
Agen Judi Online
BalasHapusDaftar Agen Bola Online
Agen Bola Terbaik
Agen Judi Bola
Agen Judi Kasino
Madrid Lirik Rashford, Barca Langsung Panas.
Bek Real Ingin Membelot ke Spanyol, Ini Komentar Zidane.
Benitez Menghindari Komentari Madrid, Ini Alasannya.
Anies Baswedan: Reklamasi Teluk Jakarta Bukan Masalah Utama Ibu Kota.
Lulung "Nge-tweet" Ajak Lawan Berita Hoaks soal PKL Tanah Abang, Ternyata...