Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam
keberhasilan tim. Tanpa ini, suatu tim akan tersesat. Kepemimpinan
didefinisikan dalam banyak cara. Semua definisi tersebut mengandung satu unsur yang sama
yaitu seorang pemimpin adalah seorang
yang menggunakan pengaruh yang lebih besar daripada anggota kelompok lainnya.
Gaya-gaya kepemimpinan yang berbeda dibicarakan
disini. Analisa kritis penguasa yang otoriter melawan yang demokratis serta
yang berorientasi pada orang melawan yang berorientasi pada tugas semua dibahasnya. Pelatih yang
berhasil dapat menggunakan model-model kepemimpinan yang cocok dengan
kepribadiannya sendiri yang sesuai dengan keadaan.
Kepelatihan saat ini bukanlah tugas yang mudah.
Bahkan kepelatihan merupakan profesi yang penuh tantangan dan selalu berubah.
Pelatih yang berhasil selalu bersedia menerima informasi-informasi baru,
namun tetap dapat mengenali pendekatan tradisional yang paling sesuai.
Pelatih yang berhasil menguasai seni dan ilmu
berkomunikasi dengan olahragawan dan asisten pelatihnya. Mereka mendapatkan kepercayaan dari
olahragawannya melalui kemampuan mendengar aktif. Mereka dapat membina
keseimbangan antara berorientasi pada tugas dan berorientasi pada olahragawan
dan keseimbangan ini menjadikan mereka selalu menang.
A.
Teori
Kepribadian
Menurut
Richard H. Cox dalam Husdarta (2010:19)
ada tiga pendekatan teori
utama dalam studi kepribadian yaitu teori Psiko-dinamik (Psichodinamic theory)
, teori sifat (traits theory), dan teori belajar asosial (sosial learning
theory).
Teori Psiko-dinamik. Teori
ini sering disebut Psychoanalyse atau Freud Theory. Freud dalam teorinya menyebutkan bahwa tingkah laku
manusia adalah interaksi antara tiga alat-alat dalam pribadi yaitu Id, Ego dan
Superego.
Teori sifat (traits theory).
Psikolog yang mengedepankan teori ini adalah Gordon W. Allport. Menurut Alport
, sifat menunjukan pada predisposisi untuk membuat penyesuaian tingkah laku
melalui cara-cara yang khas. Traits dipandang sebagai sesuatu yang stabil,
lestari dan konsisten terhadap berbagai situasi yang berbeda.Teori ini akan
memperlihatkan kebutuhan untuk mencapai sukses individu yang menunjukan
predisposisi untuk menginternalisasi kesediaan berkompetisi, mempertahankan
diri, dan berkembang dalam banyak situasi.
Teori belajar sosial ( social learning theory).
Sumber teori belajar sosial dapat dirunut dari teori belajar yang diluncurkan
Clark Hull, (R.H.Cox, 1985) dalam Husdarta
(2010:20) . Dua tema utama dari mekanisme teori
belajar sosial dari Hull adalah individu belajar pemodelan (modeling) dan
penguatan social.
B.
Pendekatan Kepribadian
Satiadarma (2000:34) mengatakan. Sejauh ini para
psikologik memandang aspek kepribadian dari sejumlah sudut pandang yang secara
garis besar terdiri atas 3(tiga) pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan “trait”
Penganut
pandangan ini mengemukakan bahwa seorang juara sudah memiliki “trait” (yaitu
meliputi aspek seperti kebutuhan untuk berprestasi, kecenderungan kecemasan dan
keinginan untuk mendominasi) sebagai seorang juara, sehingga ia berupaya keras
dalam latihan, memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, tidak mengenal
menyerah dan sebagainya.
2. Pendekatan situsional
Teori
ini sesungguhnya dilandasi teori belajar instrumental. Jadi, perilaku seorang
atlet akan berubah jika lingkungannya mengalami perubahan. Namun pada
kenyataannya terutama pada atlet bintang (elite
athletes) mereka tidak mudah berubah sekalipun diberikan perlakuan berbeda.
Atau mereka dapat menentukan perubahan perilaku mereka tanpa banyak dipengaruhi
oleh perubahan lingkungan.
3. Pendekatan interaksional
Penganut
pandangan interaksional beranggapan bahwa faktor pribadi individu yang
bersangkutan dan faktor lingkungan berperan secara bersama-sama dalam
menentukan tingkah laku atlet.
C.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi kepribadian
Faktor
keturunan (heriditer). Faktor yang
bersifat genetik ini hampir diyakini oleh berbagai kalangan memberikan pengaruh
terhadap kepribadian. Anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang berkiprah
dalam dunia seni, memiliki kemungkinan besar bakat olahraga atau seninya akan
diturunkan kepada anaknya dan akan mengikuti kiprah orang tuanya sebagai
olahragawan atau seniman.
Faktor fisik (organo-biologic). Faktor
ini masih berkait dengan faktor keturunan, meliputi stuktur anantomis,
fisiologi, fungsi otot dan perkembangannya yang kesemuanya dapat mempengaruhi
pencapaian prestasi olahraga.
Faktor
psiko-edukatif (psycho educative) berkaitan
dengan kejiwaan manusia dalam perkembangan seseorang disebut proses pendidikan,
baik wilayah pendidikan formal, informal maupun non formal. Selama proses
pendidikan diharapkan terpenuhinya kebutuhan psikologis, sosiologis dan
biologis.
Faktor
sosio-kultural ( socio-cultural). Faktor
ini bersumber dari lingkungan sosial
budaya setempat. Ada hubungan yang tidak dapat dipisahkan bahwa kepribadian dan
prestasi atlet ditentukan oleh lingkungan sosial budaya.
Faktor
spiritual (spiritual factor). Faktor yang berhubungan dengan sistem keyakinan
hidup, keyakinan agama dan moral. Seorang atlet/siswa akan lebih jujur dan
lebih sportif jika ia memiliki keyakinan diri yang kuat yang bersumber dari
keyakinan hidup dan agamanya.
D.
Sifat-Sifat Kepribadian Atlet
Setiap pelatih perlu memahami sifat-sifat
kepribadian atlet yang dibinanya, agar dapat memberi perlakuan yang
setepat-tepatnya, misalnya dalam memberi peringatan atau hukuman terhadap atlet
yang disiplin tidak dapat disamakan
dengan atlet yang tidak disiplin.
Sifat-sifat kepribadian bukanlah hal yang bersifat
tetap, tetapi dapat berubah dan dapat mempengaruhi. Bruce C. Ogilvie dalam
Setyobroto (2002:34) melaporkan hasil studinya terhadap
perenang kelompok umur di California yang mengikuti program latihan mengadapi
pertandingan. Hasil studi untuk meneliti perubahan sifat-sifat kepribadian
perenang laki-laki dan perempuan umur 10-14
tahun dibandingkan atlet-atlet top umur 19 tahun menunjukan atlet-atlet
top tersebut.
1. Self
– controlnya lebih baik, lebih dapat menguasai diri
2. Menjadi
lebih bersifat terbuka, mudah bergaul dan lebih dapat menyemarakkan suasana.
3. Kemampuan
menolak kecemasan
(anxiety) lebih tinggi secara meyakinkan
4.
Lebih mampu untuk
menjaga diri sendiri
5. Tampak
lebih gembira dan bahagia dalam menghadapi suatu keadaan
6. Kurang
mementingkan diri sendiri dan lebih stabil
Memahami sifat-sifat atlet sesuai dengan sifat-sifat
kejiwaan yang perlu dimiliki atlet untuk dapat mencapai prestasi tinggi adalah
sangat penting, karena dengan demikian akan memudahkan dalam mencari
atlet-atlet berbakat untuk cabang-cabang olahraga
tertentu.
E.
Gaya
Kepemimpinan Pelatih
Menurut Pate dkk dalam bukunya yang diterjemahkan oleh
Dwijowinoto, seseorang tidak perlu mengamati terlalu
banyak pelatih untuk sampai pada kesadaran bahwa tedapat berbagai macam
kepemimpinan yang berhasil. Sebagian pemimpin tampak dingin dan tak acuh,
sedangkan yang lain hangat dan penuh perhatian. Sebagian mengakui hak otonom
bawahannya , yang lain mengawasinya dengan ketat , daftar faktor-faktor
tersebut banyak sekali namun untuk konteks sekarang ini , tekanan diberikan
pada dua aspek jenis kepemimpinan yaitu :
1. Gaya
kepemimpinan yang otoriter versus demokratis
2. Gaya
yang berpusat pada manusia
Gaya kepemimpinan otoriter versus demokratis
bertahun-tahun lamanya para peneliti berusaha menetukan kepemimpinan yang
demokratis atau otonom secara khusus,
pelatih otoriter :
1. Menggunakan
kekuasaan untuk mengendalikan orang lain.
2. Memerintah
yang lain dalam kelompok.
3. Berusaha
agar semuanya dikerjakan menurut keyakinan.
4. Bersikap
tidak mengorangkan orang.
5. Menghukum
anggota yang mengabaikan/menyimpang.
6. Memutuskan
pembagian pekerjaan.
7. Menentukan
bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
8. Memutuskan
kebenaran ide.
Sebaliknya
, pemimpin yang demokratis umumya:
1. Bersikap
ramah, bersahabat.
2. Membiarkan
kelompok sebagai keseluruhan membuat rencana.
3. Mengijinkan
anggota-anggota kelompok untuk berinteraksi dengan yang lain.
4. Menerima
saran-saran.
5. Berbicara
sedikit lebih banyak dari pada anggota kelompok.
Dalam mempelajari gaya kepemimpinan seseorang perlu
menyadari bahwa pemimpin perlu harus berada di satu ujung atau ujung lain. Gaya
kepemimpinan tertentu dapat saja digunakan pada tingkatan yang berbeda pada
situasi berlainan. Banyak pelatih memperlihatkan kombinasi gaya tersebut dan
ada keuntungan dan kerugian untuk masing-masing gaya terebut.
1. Mereka
dilihat perannya sebagai orang otoriter.
2. Mereka
orang yang memiliki keinginan yang besar untuk mengatur orang lain dan
menjatuhkan pilihan pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Situasi
kepemimpinan yang penuh tekanan yang timbul disebagian besar pengawasan pelatih
atas para peserta.
4. Olahragawan-olahragawan
tertentu menghendaki sikap yang otoriter dari pelatihnya, sehingga pelatih
bersikap sedemikian agar memebuhi harapan olahragawan tersebut. Dengan demikian
dapatlah dipahami kalau kepemimpinan otoriter itu sangat umum di dunia olahraga.
Penelitian yang ada menunjukan bahwa gaya kepemimpinan
otoriter itu menguntungkan dalam situasi tertentu. Penelitian ini menunjukan
bahwa gaya ini mungkin lebih disukai bilamana kecepatan dan gerakan amat
dibutuhkan. Demikian pula dengan kelompok besar yang terlibat dengan
tugas-tugas rumit yang dirasa penting, gaya kepemimpinan otoriter mungkin amat
mengutungkan . gaya ini juga menjadikan
waktu digunakan lebih efektif dan menjadikan olahragawan yang merasa was-was
merasa lebih aman dan terlingdungi dalam situasi yang menekan
Namun ada beberapa kelemahan yang menyolok dalam
gaya otoriter. Secara umum, diperlukan lebih banyak kerja , tetapi kualitas
lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil peimpin demokratis. Anggota tim
cenderung menunjukan kekurangan biasaanya dan kekurang semangatnya
bertempur.
Pemimpin demokratis pun juga
mempunyai alasan untuk memimpin dengan gaya mereka sukai. Mereka percaya bahwa
:
1. Setiap
individu berfungsi sebagai mahluk sosial.
2. Setiap
individu berfungsi sebagai pribadi yang menyeluruh dan utuh, bukan sebagai
rangkaian dari bagian-bagian.
3. Setiap
individu memiliki cita-cita, tujuan dan nilai-nilai yang membangkitkan tingkah
laku.
4. Gaya
demokratis akan membantu menambah keliatan serta kepuasan anggota. Pelatih yang
menggunakan gaya demokratis ciri khasnya ialah bahwa gayanya akan secara
efisien memberikan kesempatan perkembangan pendidikan olahragawannya. Nilai
terpenting diberikan pada kebebasan berfikir dan nilai olahraga yang menyertai.
Secara tak langsung interaksi antar sesama dan komunikasi merupakan kunci
keberhasilan dalam olahraga maupun dalam kehidupan nantinya.
Gaya demokratis juga memiliki kelemahan. Untuk
jangka pendek , ini mungkin bukan cara terefektif untuk memanfaatkan waktu.
Mungkin hal ini menjadi masalah bagi pelatih yang hanya mempunyai waktu dua
minggu menyiapkan tim untuk pertandingan pertama. Bila dibandingkan dengan
kepemimpinan yang otoriter, kepemimpinan demokratis bisa mengurangi sikap
agresif, suatu sifat yang mungkin penting dalam sebagian olahraga. Akhirnya,
gaya demokratis bisa kurang efisien bila keputusan mendadak harus dibuat dan
diterima.
Sebagian ringkasan jelaslah ada keuntungan dan
kerugian pada kedua gaya kepemimpinan tersebut. Sebagian besar pemimpin yang
berhasil dalam olahraga kenyataanya tidak berada secara penuh dalam satu ujung
atau pun ujung yang lainnya. Mereka menggunakan keuntungan kedua gaya hal tersebut bila gaya tersebut
yang terbaik untuk menyelesaikan tugas dan menambah semangat serta perkembangan tim. Ini
berarti pelatih yang berhasil dapat meniru gaya kepemimpinan
otoriter selama masa latihan dan masa pertandingan perebutan. Namun mereka
dapat juga sangat demokratis dan manusiawi sebelum atau sesudah masa latihan
terjadwal, pada masa liburan atau sebelum istirahat dalam masa latihan. Pelatih
yang sukses menggunakan gaya kepemimpinan yang luwes yang memungkinkan memenuhi
peran kepelatihan yang beragam.
Pelatih harus ingat bahwa tanggung jawab utamanya
adalah memotivasi tiap olahragawan untuk mencapai potensi tertingginya.